NEGARA SENGAJA PELIHARA TERORIS?



Ayo Langganan Gratis Berbagi Berita...

Ketua Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Ansyad Mbai geram dengan adanya isu yang mengatakan bahwa teroris sengaja dipelihara oleh negara agar anggaran yang berasal dari luar negeri bisa terus mengalir.

"Itu hambatan kita nomor satu dalam bekerja. Bagaimana kita sudah kerja masih difitnah seperti itu. Sampai anggota polisi meninggal seperti itu masih difitnah," tegas Ansyad kepada wartawan di Jakarta, hari ini.

Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris. Kepada wartawan dia mengatakan pihaknya tak ada waktu untuk menanggapi isu-isu negatif yang menyerang institusinya.

"Terlalu banyak pekerjaan kita yang lebih penting dibandingkan mengurusi hal-hal seperti itu. Terlalu konyol teroris kita pelihara. Dugaan-dugaan seperti itu harusnya ditanyakan kepada yang mengeluarkan statemen," tegas Irfan.

Seperti diketahui, aksi terorisme di Indonesia tak pernah habis-habisnya. Banyak teroris yang ditangkap oleh aparat kepolisian tak menjamin aksi teror berhenti. Pada Rabu, 5 September 2012 sekira pukul 14.30 WIB terjadi sebuah ledakan di kediaman Thorik di Jalan Teratai VII RT 02 RW 04, Kelurahan Jembatan Lima, Tambora, Jakarta Barat. Polisi menemukan benda-benda untuk membuat bom di rumah tersebut. Namun, sang pelaku Thorik lari dari pengejaran polisi.

Selang tiga hari, bom meledak di sebuah rumah di Jalan Nusantara RT 04 RW 13 Nomor 63, Kelurahan Beji, Depok, Jawa Barat. Atas kejadian tersebut polisi memeriksa 11 orang saksi guna mengungkap penyebab ledakan tersebut.

Belum lagi, pernyataan BNPT yang beredar sejak beberapa waktu lalu menyebut, perlu adanya sertifikasi bagi para ulama (ustadz) guna melegalkan keberadaan ulama dan pesantren dalam memantau pergerakan teroris.

DPR menilai wacana sertifikasi bagi para ustadz (guru agama) dan ulama tidak akan menyelesaikan problem terorisme. Sebaliknya, wacana itu malah menunjukan kepanikan dan ketidakmampuan pemerintah mengatasi persoalan terorisme. "Ini tidak memiliki dasar. Tidak solutif. Terkesan panik," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Jazuli, di Jakarta, hari ini.

Jazuli mendengar wacana sertifikasi bagi para ustadz muncul dari pihak BNPT. BNPT ingin menerapkan kodisi yang terjadi di Arab Saudi. Di sana para ustadz dan ulama berada di bawah kontrol pemerintah. Mereka dilarang mengajarkan tafsir agama yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah.

Menurut Jazuli ini terjadi karena pemerintah Arab Saudi menggaji langsung para ustadz dan ulama dengan bayaran tinggi. "Ustadz biasa digaji 5.000 riyal, sedangkan ustadz Masjidil Haram 50 ribu real perbulan," katanya.

Kondisi di Indonesia berbeda dengan di Arab Saudi. Di sini ustadz dan ulama menempati posisi yang unik dalam struktur sosial masyarakat. Mereka dihormati dan didengar petuah-petuahnya tanpa mesti memiliki latar belakang ilmu formal. Gelar ustadz dan ulama lahir secara naluriah dari masyarakat yang merasakan langsung manfaat mempelajari ilmu agama. "Bukan pelabelan dari pemerintah," ujarnya.

Menurut Jazuli akar permasalahan terorisme bukan terletak pada guru-guru agama, melainkan pada problem sosial ekonomi masyarakat. Logikanya, bila masyarakat sejahtera secara ekonomi mereka akan mampu mengakses pendidikan yang lebih baik. Lewat pendidikan akal seseorang akal pikiran seseorang akan lebih dialektis menerima informasi, termasuk paham radikal.

"Harus dikaji secara mendalam apa akar persoalan dari terorisme," katanya. Terorisme tidak mesti diidentikan dengan kelompok agama tertentu. Kebanyakan aksi terorisme bersifat kasuistik tergantung pada problem yang dihadapi masyarakat di masing-masing negara.

WASPADA

Posting Komentar

0 Komentar