DI USIA 85 TAHUN, NU MENYOROTI RADIKALISME AGAMA

radikalisme


Ayo Langganan Gratis Berbagi Berita...

Soft launching Peringatan Hari Lahir Nahdlatul Ulama ke 85 digelar, Sabtu, 18 Juni 2011 petang di gendung PBNU, Matraman, Jakarta. Acara bertajuk "Taushiyah untuk Bangsa", itu dihadiri sejumlah duta besar negara sahabat dan pimpinan partai politik. Di antaranya, mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, Ketua Umum Parta Golkar Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Hanura Wiranto, dan Ketua Dewan Pertimbangan Pusat DPP PDIP Taufik Kiemas.

Ketua PBNU, Said Agil Siradj membacakan pidato yang ditulis Rois Aam PBNU, KH Mahfudz Sahal. "Beliau berhalangan hadir karena kondisi kesehatannya yang tidak memungkinkan," kata Said.

Sejak awal kelahirannya, kata Said, NU tidak pernah lepas dari perkembangan nasional kebangsaan. Namun peran itu tak mengharuskan NU menempuh jalur politik dan kekuasaan. "Melainkan mengedepankan pendekatan kultural," kata Said.

Perjuangan NU adalah melaksanakan syari'ah Islam dan bukan Islamisasi negara. Langkah ini pernah dilakukan Wahid Hasyim yang menyetujui penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta terkait kewajiban dalam menjalankan syariat Islam. "Bagi NU penghapusan tujuh kata itu bukanlah kekalahan umat Islam dalam berpolitik, melainkan bentuk kesadaran perjuangan bahwa Indonesia haruslah menjadi rumah yang nyaman bagi siapapun, tanpa melihat latar belakang SARA," kata Said.

Said juga kembali menyorot praktek Islamisasi kalangan radikal. Menurut dia, metode dak'wah tidaklah bisa dilakukan dengan cara-cara kekerasan lantaran Islam mendorong proses yang damai. "Tidak ada paksaan dalam beragama," ujarnya.

Ketua Panitia Harlah 85 PBNU, KH As'ad Said Ali menjelaskan, peringatan diwarnai serangkaian kegiatan di sejumlah kota. Beberapa diantaranya seminar dan pameran UKM di Jakarta, Bandung dan Surabaya.

Hari jadi NU ke 85 merupakan perhitungan menurut kalender Masehi. Organisasi keagamaan terbesar di Indonesia ini lahir pada tanggal 31 Januari 1926 M atau 16 Rajab 1344 Hijriah. Dalam kalender Islam, NU saat ini berusia 88 tahun.

As'ad menjelaskan, perayaan ini sengaja digaungkan secara besar-besaran lantaran dunia peradaban Islam tengah dirundung berbagai masalah seperti fenomena Islamphobia di dunia Barat, dan gejolak politik di sejumlah negara Islam di Timur Tengah.

Di tingkat lokal, kata As'ad, Indonesia juga menghadapi persoalan radikalisasi dunia Islam yang berujung pada aksi kekerasan terorisme. Untuk merespon persoalan itu, PBNU berencana mendatangkan ulama asal Afganistan dalam salah satu sesi seminar. "Prinsipnya membangun peradaban dunia islam yang santun dan damai," kata As'ad.

Menurut rencana, kata As'ad, puncak acara akan dilangsungkan di Gelora Bung Karno pada bulan Juli mendatang yang akan dihadiri 120 ribu kaum nahdhiyin.

TEMPO

Posting Komentar

0 Komentar