Ayo Langganan Gratis Berbagi Berita...
Kinerja Kepala Badan Geologi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dr. R. Sukhyar, harus dievaluasi. Begitu juga dengan kinerja Kepala Data dan Informasi Wilayah 1 Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKK), Hendra Suwarta.
Kedua pejabat ini dinilai tidak memperlihatkan keseriusan dalam membantu masyarakat awam, peneliti dan lembaga pemerintah terkait lainnya untuk memahami potensi bencana yang timbul dari aktivitas lempeng bumi dan magma (tektonik dan vulkanik). Karena kedua lembaga ini pasif, masyarakat umum lah yang akan menjadi korban karena karena tidak memiliki informasi yang memadai. Di sisi lain, badan-badan tertentu di pemerintahan pusat maupun daerah yang memiliki kewenangan untuk menyiapkan blueprint dan skenario pengamanan sebelum bencana tidak bisa berbuat apa-apa karena ketiadaan data.
“Saya benar-benar kecewa dengan BMKG dan Badan Geologi di ESDM. Selama ini kedua badan itu tidak memperhatikan kepentingan publik dan tidak mau mendorong dunia penelitian. Mereka pasif dan menyimpan semua informasi yang mereka miliki,” ujar Staf Khusus Presiden bidang Bencana dan Bantuan Sosial, Andi Arief, kepada Rakyat Merdeka Online, Minggu petag (22/5).
Sikap pasif kedua lembaga itulah yang membuat Andi Arief tergerak untuk menyampaikan kepada publik potensi bencana dan kegempaan di Indonesia, termasuk potensi gempa 8,7 Skala Richter di kawasan Selat Sunda yang menjalar hingga Jakarta. Sejak tahun lalu, Andi Arief dan semua peneliti di kantornya bekerja serius menindaklanjuti berbagai hasil penelitian mengenai potensi bencana di Indonesia.
“Apa yang saya sampaikan ke publik sumbernya jelas dan tidak mengada-ada,” ujarnya lagi.
Karena BMKG dan Badan Geologi ESDM tidak berperan banyak, Andi Arief meminta agar kedua lembaga itu diaudit oleh pihak yang berwenang. Dana miliaran rupiah yang dialokasikan ke kedua badan itu, sambungnya, terbukti tidak efektif.
Di mata Andi Arif, kedua badan itu juga terkesan mengambil jarak dengan dunia penelitian. Tahun lalu, kantor Andi Arief membentuk tim khusus yang menyusun peta baru potensi gempa di Indonesia. Salah satu yang ditemukan tim khusus itu adalah potensi gempa di Selat Sunda. BMKG dan Badan Geologi ESDM sama sekali tak tergerak dengan hasil pekerjaan tim khusus yang dibentuk Andi Arief, yang terdiri dari sejumlah pakar gempa.
“Karena telah menegasikan hasil kerja tim peta gempa dan hasil penelitian atau disertasi yang didasarkan pada data resmi GPS yang dipasang Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal), maka atasan kedua pejabat itu harus mengambil tindakan tegas," tambahnya.
Hal lain yang membuat Andi gerah adalah kenyataan bahwa kedua lembaga itu mengabaikan hasil penelitian USGS mengenai potensi kegempaan di kawasan Asia Tenggara tahun 2007-2008. Dalam risetnya, USGS memperkirakan Selat Sunda berpotensi mengalami gempa yang lebih besar 8,7 Skala Richter.
Studi yang dilakukan USGS ini , kata Andi Arief lagi, pasti tidak dimaksudkan untuk membuat masyarakat panik. Sebaliknya untuk membuat semua pihak, masyarakat dan pemerintah, waspada dan mengambil langkah yang dibutuhkan untuk memperkecil kerusakan dan meminimalisir korban.
Andi Arief juga mencontohkan reaksi pemerintah Jepang terhadap hasil studi mengenai potensi bencana dan kegempaan sejak beberapa dekade lalu. Untuk menghadapi segala kemungkinan pemerintah Jepang membentuk empat komisi khusus. Pertama, komisi yang mempelajari bencana katastropik purba; kedua, komisi yang khusus membahas potensi gempa di Tonakai; ketiga, komisi evakuasi Tokyo; dan keempat, komisi mitigasi nasional.
“Hal-hal seperti ini juga yang harusnya dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Tetapi itu tidak bisa dilakukan kalau lembaga yang harusnya menyampaikan data, tidak bekerja,” demikian Andi Arief.
RMOL
0 Komentar