EKS KEPALA BNPT UNGKAP KAITAN HTI DAN RADIKALISME

Ayo Langganan Gratis Berbagi Berita...Jangan lupa Share dan Komen ya :)

Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Ansyaad Mbai, mengatkan ada bibit radikalisme pada tubuh simpatisan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dalam memperjuangkan ideologinya.

"Mereka (HTI) bukan organisasi tapi 'partai politik' yang berdalih dan mengatasnamakan agama dan syariah Islam menurut kebenaran yang mereka yakini saja," ujar Ansyaad dalam sidang gugatan pencabutan status badan hukum HTI oleh Kemenkumham di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis (1/3).

Ansyaad berada di sana sebagai saksi ahli yang dihadirkan Menteri Hukum dan HAM sebagai pihak tergugat.

Kuasa hukum dari pihak tergugat lalu bertanya kepada Ansyaad bahwa para anggota HTI selalu mengatakan organisasinya tidak pernah berbuat aksi kekerasan atau radikal melainkan hanya menyebarkan dakwah.

"Seluruh organisasi radikal tidak pernah mengaku terlibat atau melakukan aksi kekerasan," jawab Ansyaad.

"Jangankan HTI, semua yang terlibat teror yang ditangkap tidak akan mau mengaku. Makanya polisi tidak pernah mengejar pengakuan, namun fakta-fakta. Organisasinya memang berjalan normatif, berdakwah, nonkekekerasan. Tapi, di bawah permukaan mereka itu membentuk paramiliter, dan hal ini bisa diketahui pimpinan formal organisasi mereka, bisa juga tidak," sambung pensiunan perwira polisi dengan pangkat terakhir Inspektur Jendral tersebut.

Ansyaad lantas menegaskan terorisme sebagai anak kandung radikalisme, dan radikalisme lebih berbahaya dari terorisme.

"Seorang teroris akan dimotivasi oleh ideologinya yang radikal dan mengatasnamakan agama," sambung pria yang menjadi Kepala BNPT kurun waktu 2011-2014 tersebut.

Dia lantas memaparkan data yang menunjukkan pelaku aksi teror di Indonesia yang telah tertangkap dan diputuskan bersalah dalam persidangan berasal dari HTI atau setidaknya pernah bergabung dalam HTI. Dalam catatannya, di muka majelis hakim PTUN, Ansyaad mengatakan ada 25 nama yang terlibat aksi teror, dan 10 di antaranya warga negara asing yang telah deportasi.

Ia lantas menyingung dua aspek yang melatarbelakangi penyebaran radikalisme dan terorisme yang mengatasnamakan Islam.

"Biasanya ditandai dengan sikap mengkafir-kafiri orang lain dan memiliki pemahaman ekstrim tentang jihad," tandas Ansyaad.

Pemerintah Justru Dinilai Masih Lembek

Soal pencabutan status badan hukum HTI, Ansyaad sendiri menilai itu masih lamban dan lembek.

"Jika pemerintah lamban dan membiarkan paham khilafah berkembang di Indonesia, maka ideologi ini akan menggeser keberadaan Pancasila, mengancam bubarnya kedaulatan NKRI, dan mengganti konstitusi negara kita. Apakah kita ingin seperti Suriah dan Irak!" tegasnya.

"Seharusnya pemerintahan bisa lebih tegas dalam menindak (mereka) yang dianggap melanggar hukum dan Undang Undang, mengancam kedaulatan, dan lebih berkonsentrasi dalam memerangi kasus terorisme di Indonesia," sambungnya.

Ansyaad pun mencontohkan tindakan tegas sejumlah negara di dunia, terutama yang dikenal dengan penduduknya beragama Islam dalam menyikapi keberadaan HTI seperti Arab Saudi dan Mesir. Ansyaad mengatakan setidaknya HTI telah dilarang di 20 negara lain karena beberapa alasan termasuk mengancam kedaulatan negara, keterlibatan dalam kudeta politik, hingga keterlibatan dalam aksi terorisme.

Pria yang pernah menjadi Kapolda Sumatera Utara ini mengatakan saat ini keberadaan Hizbut Tahrir masih berada di level waspada.

Eks HTI Pertanyakan Kapasitas Ahli

Dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Tri Cahya Indra Permana tersebut pihak eks HTI mempertanyakan keterangan dari Ansyaad yang didatangkan sebagai saksi ahli.

"Apakah saudara ahli mengetahui bahwa organisasi Hizbut Tahrir (internasional) pernah ditetapkan dalam daftar organisasi teroris dunia," ujar eks juru bicara HTI Ismail Yusanto seperti dikutip dari Antara.

"Saya sudah tidak mengikuti sejak 2014," jawab Ansyaad dalam persidangan.

Ismail yang didampingi tim kuasa hukum HTI kemudian kembali bertanya, "apakah sepanjang ahli menjabat sebagai Kepala BNPT, organisasi Hizbut Tahrir Indonesia pernah ditetapkan pemerintah Indonesia sebagai organisasi terorisme?"

Menjawab pertanyaan kedua ini, Ansyad mengatakan organisasi HTI bertentangan Pancasila. Ansyaad juga kembali menekankan banyak kader HTI bergabung dengan organisasi kelompok teror dan melakukan aksi kekerasan.

Ismail Yusanto beserta tim kuasa hukum HTI kemudian secara bergantian mengkritisi jawaban Ansyaad Mbai, "Apakah aksi kekerasan yang dilakukan kader HTI bersama kelompok sempalannya itu merupakan perintah dari HTI. Apakah sempalan organisasi itu dapat disamakan dengan organisasi induk yang disempalinya."

Ansyaad menjawab, "Sepengetahuan saya ideologinya sama."

Ismail beserta kuasa hukum HTI menyatakan tidak sependapat dengan keterangan mantan kepala BNPT itu. Menurut mereka, oknum yang melakukan terorisme tidak dapat jadi alasan generalisasi intruksi organisasi.

Pihak eks HTI lantas mencontohkan ada oknum anggota kepolisian yang terbukti terlibat organisasi ISIS, namun hal tersebut tidak serta merta menjadikan institusi Polri dapat dikatakan sebagai institusi terorisme.

HTI dibubarkan pemerintah lewat surat keputusan Menteri Hukum dan HAM yang mencabut surat keputusan badan hukum HTI. Setelah sidang hari ini yang digelar dari pukul 08.55-15.15 WIB itu akan dilanjutkan lagi pada Kamis (8/3) mendatang.

CNN

Posting Komentar

0 Komentar