POROS CIKEAS DISEBUT MUNCUL KARENA SANDIAGA UNO TAK PEDE

Ayo Langganan Gratis Berbagi Berita...Jangan lupa Share dan Komen ya :)

Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono mengumpulkan para elite dari empat partai politik di kediamannya, Cikeas, Bogor, Jawa Barat, untuk membahas pemilihan kepala daerah (pilkada) DKI Jakarta 2017. Poros Cikeas itu disebut muncul justru karena Sandiaga Uno tidak percaya diri untuk bisa melawan calon petahana Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Syaiful Hidayat.

Pengamat politik dari Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, rasa tidak percaya diri Sandiaga tersebut akhirnya memicu keraguan empat partai politik terhadap elektabilitas Sandiaga.

“Sandi enggak pede, mereka jadi ragu, sehingga memang ada keinginan untuk memunculkan poros ketiga, poros Cikeas,” ujar Yunarto kepada CNNIndonesia.com, Kamis (22/9).

Alasan kedua munculnya poros Cikeas, kata Yunarto, adalah karena ego partai politik yang tidak setuju dengan deklarasi Sandiaga-Mardani Ali Sera yang diusung Partai Gerinda dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

Partai Demokrat, Partai Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), merasa tidak memiliki peran dalam deklarasi tersebut sehingga membentuk poros Cikeas dianggap perlu.

Di sisi lain, lanjut Yunarto, Demokrat dianggap memiliki peran yang signifikan dalam percaturan politik tingkat nasional—salah satunya digambarkan dalam peta politik Jakarta.

“Faktor SBY dianggap pemersatu karena bagaimana pun memiliki pengalaman menjadi penguasa selama 10 tahun dan menjadi kekuatan di tingkat nasional dan Jakarta,” tutur Yunarto.

Poros Cikeas, Yunarto menjelaskan, juga memiliki sejarah panjang dengan rivalitas SBY dan Ketua Umum DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri. Rivalitas yang dianggap tidak akan berakhir.

“Ini bukan cuma soal SBY dan Megawati, tetapi antara oposisi dan penguasa, karena Ahok pasti juga mendapat dukungan dari Jokowi dan Megawati yang kini menjadi penguasa,” tuturnya.

Terkait kandidat yang dapat melawan Ahok di pilkada DKI 2017, Yunarto tetap berpendapat, idealnya mereka adalah para kepala daerah yang berprestasi seperti Wali Kota Bandung Ridwan Kamil dan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.

Keputusan keduanya untuk tidak hijrah ke Jakarta—dengan berbagai alasan pribadi dan politis—seharusnya membuat para elite partai memilih tokoh nasional lain yang bisa mengimbangi Ahok.

“Mau enggak mau harus sosok nasional yang cenderung bisa berpotensi besar karena bisa menyatukan semua partai. Karena kalau sekadar kader partai, itu sulit mereka mengedepankan ego,” katanya.

Pengamat politik Center for Strategic and International Studies (CSIS) J Kristiadi sebelumnya mengatakan, dipilihnya Cikeas sebagai lokasi untuk mencari lawan tanding Ahok memang menunjukkan, pengurus-pengurus partai selain Demokrat menemui jalan buntu.

“Mereka sulit mencari siapa yang pas dicalonkan, tidak ada ideologi yang jelas. Sementara SBY sudah menjadi Presiden selama 10 tahun, dan masih memiliki sambung rasa dengan elite,” ujar Kristiadi.

Menurut Kristiadi, pemilihan tempat di Cikeas tak hanya perkara sederhana memilih lokasi bertemu. Tetapi menunjukkan bahwa SBY masih memiliki pengaruh besar dalam peta politik di Indonesia.

CNN 



 Jual Baju Wanita Dress Blouse Kemeja Jaket Celana Baju Pria Baju Anak Baju Couple Baju Muslim Dll Harga Murah hubungi SMS/WA/LINE 085721536262 FOLLOW IG @tokotim Bisa kirim ke seluruh Indonesia

Posting Komentar

0 Komentar