TERORIS NORWEGIA BERLATIH DENGAN VIDEO GAME

Ayo Langganan Gratis Berbagi Berita...

Teroris Norwegia Anders Behring Breivik mengaku berlatih dengan video game, sebelum melakukan penembakan yang menewaskan 77 orang. Duh!

Dalam persidangannya, Breivik mengaku secara khusus bermain game peperanganCall of Duty: Modern Warfare 2 untuk berlatih menembak. Bahkan, ia juga bermain game online World of Warcraft hingga 16 jam sehari.

Pengakuan Breivik merupakan fakta yang sangat mengerikan. Sejumlah kalangan terhenyak dan merasa prihatin. Sedangkan penikmat game dan kolumnis, hanya bisa geleng-geleng kepala.

“Apa kita harus mengulangi perdebatan ini lagi? Menyalahkan video game untuk pembantaian Norwegia, benar-benar tak masuk akal,” ujar Paul Tassi, kolumnis majalah bisnis Forbes.

Perdebatan hubungan game dan kekerasan seakan tak pernah usai. Pakar psikolog klinis saja masih membahasnya. Diskusi ini selalu muncul, jika ada pembunuh brutal muncul dan mengaku berlatih dari game-game tersebut. Hal inilah yang kemudian mendorong adanya permintaan pengetatan regulasi berdasarkan usia.

Salah satu studi kasus yang paling dikenang, adalah penembakan Columbine High School di Colorado, AS, pada 1999. Saat itu, pakar dan pengamat membahas pengaruh game Doomterhadap para remaja yang melakukan penembakan.

Demikian pula seri game kontroversial Grand Theft Auto yang sejak muncul selalu jadi topik pembahasan utama, terkait kekerasan di dunia nyata. Kritik menyatakan, game ini mempromosikan glamornya dunia kriminal dan kekerasan.

Bahkan, pengembangnya dituntut pengacara, karena seorang pembunuh polisi di Alabama, Amerika Serikat (AS), menyatakan kliennya terpengaruh game itu. Serangan bertubi kembali diterima game sarat kekerasan, dari hasil riset Secret Service dan Kementerian Pendidikan AS.

“Lebih dari 50% penyerang menunjukkan ketertarikan pada kekerasan dalam film, game, buku dan media lain. Tak ada satu tipe kekerasan yang paling terindikasi, tapi mereka suka dengan tema kekerasan dalam bentuk apapun,” demikian riset tersebut.

Terkait hal ini, para pecinta game dan industrinya melakukan pembelaan. Menurut mereka, tak sebaiknya game dijadikan biang kerok kelakuan manusia semacam Breivik. Beberapa alasan pun dibeberkan.

Pertama, puluhan juta orang di dunia bermain game dan mereka tak saling membunuh. Game seperti World of Warcraft memiliki jutaan pemain online terdaftar. Tak semuanya yang bermainCall of Duty sedang berlatih tembak seperti yang dilakukan Breivik.

Logika saja, apa anda mengira mereka yang bermain Farmville atau Harvest Moon benar-benar memiliki pertanian? Pemain game tak selalu melakukan hal yang mereka mainkan. Belum tentu hobi menembaki orang di Grand Theft Auto menjadikannya benar-benar suka pembantaian.

Terpenting, Breivik terpengaruh hal lain yang lebih besar, ketimbang sekadar bermain game yang sebenarnya dilakukan orang untuk menyenangkan hati dan melepas penat. Ingat saja manifestonya setebal ribuan halaman, mengungkapkan pandangan sayap kanan yang amat ekstrem.

Jika mencari apa yang pengaruhi Breivik, mulailah dari xenofobia atau fundamentalis Kristen dan ideologi sayap kanan. Jangan langsung mencari tahu apa yang ada di dalam Xbox atau PlayStation miliknya. Game tak melulu bisa disalahkan.

“Memangnya jika tak ada game kekerasan, Breivik tetap tak menulis pandangan anti-Islam atau ketakutannya yang tak rasional itu? Lalu apa selanjutnya, melarang kita melihat berita kekerasan? Atau mungkin memutus internet?” ucap Lisa Smith, pengamat teknologi.

INILAH

Posting Komentar

0 Komentar