ICW: KORUPSI DI INDONESIA SUDAH JADI KARTEL



Ayo Langganan Gratis Berbagi Berita...

Kepala Divisi Monitoring dan Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW), Ade Irawan, mengatakan korupsi di dalam negeri sangat sistemik, sehingga sudah menjadi semacam kartel. Setiap aktor tidak bermain sendiri, tapi melibatkan partai, pengusaha, dan birokrat. "Mereka bahu-membahu mengeruk semua sumber kekayaan negara," katanya di acara diskusi "Indonesiaku Dibelenggu Koruptor" di Jakarta, Sabtu, 4 Juni 2011.

Ade mengatakan, menurut pantauan ICW selama tahun 2010 terdapat lebih dari 700 kasus korupsi yang terpantau media. Kasus-kasus ini terjadi di pusat dan daerah dan diperkirakan melibatkan ribuan aktor. Kerugian negara yang ditimbulkan oleh kasus-kasus korupsi ini mencapai Rp 5 triliun. Ade mengatakan, dengan ukuran ini, korupsi di Indonesia sudah masuk kategori gawat.

Tidak hanya sangat sistemik, sebaran kasus korupsi juga sangat meluas. Menurut Ade, bukan sesuatu yang aneh jika aliran dana pemerintah selalu harus dipotong. Misalnya sekolah yang mendapat dana khusus dari pemerintah harus menyetorkan sebagian dana yang diterima ke pejabat atau dinas tertentu.

Ini juga terjadi di dalam lingkungan DPR. Masing-masing anggota Dewan sudah memiliki jatah proyek masing-masing. Karena itulah jika ada kasus korupsi yang melibatkan anggota Dewan, tak ada yang mau angkat bicara. Korupsi biasanya terjadi pada saat pemilihan pejabat publik, penentuan anggaran, pengajuan program pemerintah, dan lainnya.

Ade mencontohkan, jika pemerintah ingin program kerjanya disetujui, harus ada setoran yang diberikan kepada anggota Dewan. Ini menjadi ajang negosiasi antara pejabat baik pusat dan daerah dengan anggota Dewan. Negosiasi menentukan siapa yang akan menjadi pelaksana program itu, sementara anggota Dewan akan menentukan spesifikasi barang yang bisa diloloskan.

Sistem ini membuat korupsi terjadi dengan melibatkan tiga pihak utama: pengusaha, birokrat, dan anggota DPR. Persoalannya, hasil korupsi bukan untuk kepentingan pribadi politikus atau anggota Dewan semata, tapi juga mengalir ke partai untuk biaya kampanye politik. "Tak mengherankan jika partai tak akan menindak tegas kader yang terlibat korupsi, bahkan cenderung melindungi," kata Ade.

TEMPO

Posting Komentar

0 Komentar