Ayo Langganan Gratis Berbagi Berita...Jangan lupa Share dan Komen ya :)
Perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada polri soal penanganan kasus Kompol Novel Baswedan rupanya tak terlalu manjur. Meski presiden telah menyatakan bahwa langkah itu tidak tepat waktu dan cara, namun polisi masih tetap nekat.
Bahkan, bukan hanya Novel yang dibidik. Salah seorang penyidik KPK lainnya juga akan ditangkap dengan tudingan yang sama pula. Yakni, terlibat kasus penembakan pencuri sarang burung wallet di Bengkulu tahun 2004 lalu. Penyidik itu juga perwira polisi berpangkat AKP. Informasinya, dia juga menyidik kasus korupsi simulator SIM mabes polri.
Tim penyidik Polda Bengkulu sudah mempersiapkan surat perintah penangkapan (Sprintkap) rekan Novel itu. Dia disebut berada di lokasi penembakan bersama Novel Baswedan.
"Ada keterangan dari saksi yang menyebut yang bersangkutan berada di lokasi penembakan," ujar Kepala Biro Penerangan Mabes Polri Brigjen Boy Rafli Amar di Jakarta kemarin (12/10). Saat kejadian pada 2004 dia berpangkat Ipda. "Namanya belum bisa saya sampaikan," tambahnya.
Dari pemeriksaan saksi didapatkan keterangan bahwa penyidik itu juga melakukan penembakan. "Masih didalami apakah yang mengakibatkan korban meninggal atau yang korban luka-luka," katanya.
Apakah itu berarti Polri melawan pidato presiden - Boy tegas-tegas membantah. Dia menjelaskan, penyidikan kasus Novel tidak dihentikan, tapi hanya ditunda waktunya sementara.
"Kalau Anda simak pidato Bapak Presiden, beliau sampaikan semua sama di mata hukum, hanya momentumnya dianggap kurang pas karena kebetulan bersamaan dengan penyidikan korupsi simulator SIM," katanya.
Selain satu penyidik KPK, ada satu lagi perwira yang saat itu juga dianggap bersalah dan bersama Kompol Novel Baswedan. "Dia bertugas di sebuah Polda," katanya menolak merinci secara detail.
Meski begitu, Boy memberi garansi kalau penyidikan Novel tidak akan mengganggu proses di KPK. "Itu dua kasus yang berbeda, kita profesional saja memandang kasus per kasus," kata mantan Kapolres Pasuruan Jawa Timur itu.
Senin besok (15/10) Polri akan bertemu KPK untuk membahas mekanisme pelimpahan kasus simulator. Termasuk proses alih status penahanan tiga tersangka milik Polri yang akan dilimpahkan ke KPK. "Sekitar jam 10 pagi, tempatnya mungkin di KPK," kata Boy.
Terpisah, Direskrimum Polda Bengkulu Kombes Dedy Iriyanto yang biasanya melayani konfirmasi, seharian kemarin tak meresepon soal info penyidik lain yang juga diincar timnya. Pesan singkat juga tak berbalas.
Namun, informasi yang dihimpun koran ini, tim penyidik tak dibubarkan. Bahkan mereka justru mendapat suntikan semangat dari Kapolda Bengkulu Brigjen Benny Mokalu. "Tim itu mendapat bantuan penuh dari Polda Metro Jaya," ujar sumber Jawa Pos kemarin.
Mereka juga terus melakukan pemantauan terhadap aktivitas Novel di KPK. Pengumpulan bukti di Bengkulu juga serius hingga meminta uji sampel tanah pantai tempat Novel diduga terlibat penembakan delapan tahun lalu. "Kapolda (Bengkulu,red) mendukung penuh," katanya.
Salah satu penyidik di KPK yang disangka turut serta dalam penganiayaan berat di Bengkulu pada 2004 silam adalah AKP Yuri Siahaan. Ketika Kompol Novel Baswedan akan dijemput paksa Jumat (5/10) lalu, Yuri termasuk penyidik yang dikabarkan juga diincar. Sama seperti Novel, Yuri adalah salah satu penyidik dalam kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM.
KPK belum mendapatkan pemberitahuan dari kepolisian mengenai salah satu penyidik selain Novel yang juga diincar polisi. Juru Bicara KPK Johan Budi S.P mengatakan, seharusnya pihaknya juga diberi tahu mengenai hal itu. "Kami belum diberikan informasi. Seharusnya, setidaknya kami diberi tahu," kata Johan kemarin.
Penanganan tuduhan penganiayaan berat yang melibatkan Novel, seharusnya masuk dalam poin koordinasi bersama antara Polri dan KPK. Koordinasi tersebut dilakukan pasca pidato presiden yang membahas penyelesaian konflik kedua lembaga penegak hukum tersebut.
Ketiga poin koordinasi tersebut adalah terkait penanganan kasus simulator SIM, alih status penyidik, serta penanganan kasus Novel. Menurut Johan, jika ada penyidik lain di KPK yang juga dianggap terlibat kasus itu, seharusnya juga dibahas. "Itu masuk bagian dalam bagian koordinasi," katanya.
Johan mengatakan, penanganan kasus penganiayaan berat oleh Polri, seharusnya tetap mengacu kepada arahan presiden. Dalam pidatonya, presiden menyatakan penanganan kasus tersebut tidak tepat cara dan waktu. "Harusnya mengacu ke situ," kata Johan.
JPNN
0 Komentar