Penanganan kasus korupsi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terancam terganggu. Hal ini terkait langkah Polri yang tidak memperpanjang penugasan 20 perwiranya sebagai penyidik di lembaga antikorupsi tersebut.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengungkapkan, keputusan penolakan terhadap surat permohonan perpanjangan tahunan untuk 20 penyidik KPK yang berasal dari unsur kepolisian diterima pada 12 September 2012 lalu. Padahal, ke-20 penyidik tersebut tengah menangani sejumlah kasus penting, satu di antaranya kasus simulator.Apalagi kasus yang ditangani KPK saat ini sangat overload sehingga di antara 20 orang penyidik dari kepolisian tersebut ada yang menangani 3–4 kasus.
“Nah terhadap surat balasan dari Mabes Polri,saat ini kita sedang berdiskusi, pimpinan KPK sedang melakukan rapat berkaitan dengan surat yang sudah disampaikan Polri itu. Jadi belum ada keputusan pimpinan apakah memang KPK menyetujui atau tidak dalam kaitan dengan tidak diperpanjangnya surat penugasan 20 penyidik itu,” kata Johan saat konferensi pers di Gedung KPK,Jakarta,kemarin. Menurut Johan, sepanjang sejarah KPK belum pernah terjadi penarikan atau tidak diperpanjangnya penyidik Polri secara besar-besaran.
Sebelumnya, kata dia, hanya ada dua atau tiga penyidik yang ditarik pihak kepolisian. Saat ditanyakan apakah penarikan itu berkaitan dengan kasus simulator yang sedang ditangani KPK dan Polri,Johan menyatakan, persepsi itu tidak tepat. “Dulu pernah ada yang ditarik untuk kepentingan promosi di instansi kepolisian.Ada dua atau tiga. Nah yang tidak diperpanjang sekarang mungkin karena kebutuhan dari Polri.
Saya belum tahu di surat balasan Mabes itu alasannya apa,”tutur dia. Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai apa yang dilakukan Polri merupakan tindakan balasan terhadap perlakuan KPK yang mengungkap dan memproses kasus simulator. Polri yang merasa terusik langsung melakukan sikap yang bertujuan untuk mempersulit pengusutan kasus simulator. Selain dampak dari pengusutan kasus Korlantas itu,dia juga menilai Polri cemas dengan adanya kerja sama TNI dan KPK yang menyepakati penggunaan aset TNI sebagai rumah tahanan KPK.
“Berkembang kabar, rutan itu akan digunakan untuk menahan perwira tinggi Polri yang terlibat korupsi.Hal inilah yang membuat Mabes Polri gelisah sehingga melakukan balasan dengan menarik 20 penyidik Polri dari KPK,”pungkas Neta. Guru besar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Indriyanto Seno Adji menilai penarikan itu sah-sah saja dilakukan jika dihubungkan dengan rutinitas yang berkaitan dengan penyidik kepolisian yang ditugaskan di KPK.
Namun, kata dia, harus ada solusi konkret dari pihak kepolisian seperti segera mengirim pengganti ke-20 penyidik.“( Hal itu) untuk menghindari kevakuman divisi penyidik di KPK yang bisa berakibat terganggunya kebijakan pemberantasan korupsi secara utuh,” kata Indriyanto saat dihubungi harian SINDO tadi malam.Dia sendiri melihat penarikan yang dilakukan Polri itu tidak bisa serta-merta dihubungkan dengan ketegangan Polri dan KPK pada kasus simulator.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Mabes Polri Brigjen Pol Boy Rafli Amar yang dimintai konfirmasi menjelaskan para penyidik itu sudah habis masa kerjanya sehingga akan kembali menjalankan tugas di lingkungan Polri.Menurut Boy,jika KPK membutuhkan pengganti, pihaknya akan mempersiapkannya. “Pengganti akan secepatnya kami siapkan jika KPK membutuhkan,”kata Boy melalui pesan singkat yang diterima wartawan kemarin.
Senada, Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Pol Sutarman menyatakan, penyidik yang habis masa berlakunya harus kembali.Dia membantah Polri sengaja menarik para penyidik itu.“Itu yang habis masa tugasnya dan harus kembali,” ucap dia. Dari data yang dihimpun SINDO, jumlah penyidik/penyelidik KPK berjumlah 224 orang, sedangkan dari jumlah itu terdapat 100 penyidik yang berasal dari unsur kepolisian.
Dari 20 penyidik Polri yang ditarik, seorang perwira di antaranya menangani kasus simulator di KPK. Menurut keterangan Johan,mereka berpangkat AKP, kompol, dan AKBP dengan masa tugas satu hingga empat tahun. Keberadaan penyidik KPK berasal dari unsur kepolisian, penuntut dari unsur kejaksaan, dan pegawai dari unsur lembaga/kementerian berdasar pada Peraturan Pemerintah (PP) No 63/2005 tentang Sistem Manajemen SDM KPK.
Dalam PP ada klausal dalam salah satu pasal (Pasal 5 ayat 3) yang menyebutkan bahwa masa penugasan pegawai negeri yang dipekerjakan pada KPK seperti penyidik dari pihak Polri paling lama 4 tahun dan hanya dapat diperpanjang 1 kali untuk 4 tahun berikutnya. “Nah, setiap tahun itu untuk yang Polri sejak 2010 ada MoU Polri dengan KPK terkait penyidik Polri yang ditugaskan di KPK,itu tiap tahun harus diperpanjang, harus diterbitkan lagi surat perintah penempatan dari Mabes,”jelas Johan.
DPR Akan Mempertanyakan
Anggota Komisi III DPR Taslim Chaniago menilai ada keganjilan pada sikap Polri yang tak memperpanjang masa tugas para penyidik di KPK. Menurut politikus PAN ini, jumlah penyidik yang harus kembali ke lingkungan Polri relatif banyak dan bisa merusak sistem yang sudah dibangun di KPK. Dia juga menduga sikap Polri ada keterkaitan dengan kasus simulator.
Akan tetapi,hal itu harus dipastikan terlebih dahulu pada kedua institusi itu Untuk itu, Komisi III DPR akan menanyakannya langsung kepada Kapolri Jenderal Pol Timur Pradopo pada rapat antaraKomisiIII,Polri,danKPK yang rencananya akan digelar pekan depan. “Kita juga memang harus tahu pasti apa alasan Polri. Tapi yang menjadi ganjil adalah penarikan tidak mesti dalam jumlah banyak. Jumlah 20 orang itu banyak dan bisa saja merusak sistem penyidikan di sana,”ungkap dia.
Menurut dia, penarikan Polri terhadap 20 penyidiknya sudah pasti mendapat sorotan masyarakat, terutama Polri dicurigai ingin memperlambat pengusutan kasus simulator. Karena itu, jika persoalan tersebut tidak segera diselesaikan, dikhawatirkan citra Polri akan rusak. Seharusnya, jika memang sudah habis masa tugasnya, Polri memperpanjang, bukan justru menggantinya dengan yang baru.Terlebih kasus-kasus di KPK membutuhkan penyidik yang memiliki kompetensi mumpuni.
‘’Jumlah 20 orang, hampir mencapai 25% penyidik di KPK.Artinya, jika ke-20 orang itu ditarik terjadi kekosongan kursi penyidik dan akan memperlamban pengusutan suatu kasus,’’ ujar Taslim. Wakil Ketua Komisi III DPR Nasir Djamil meminta semua pihak agar menahan diri dan jangan bersikap emosional.Dia mengakui penarikan 20 penyidik merupakan hak Polri sebagai institusi asal dari para penyidik itu. Akan tetapi, momentum penarikan tidak tepat.
“Polri harus segera menyiapkan penggantinya. Jika kita berpikir positif, ini memang untuk regenerasi, Itu juga yang kita harapkan,”tandas dia. Adapun anggota Komisi III DPR Trimedya Panjaitan meminta semua pihak tidak terus memprovokasi bahwa seolah antara KPK dan Polri terjadi perseteruan. Penarikan penyidik dari Polri,kata dia,tidak semestinya dikaitkan karena adanya kasus simulator SIM yang saat ini ditangani oleh kedua lembaga tersebut.
”Penarikan, atau rotasi penyidik, itu sudah ada mekanismenya. Jangan dihadapkan pada provokasi seolah itu terkait dengan kasus simulator SIM,” ungkap Trimedya. Menurut dia, yang perlu ditekankan ketika ada rotasi penyidik KPK entah itu yang dari Polri, Kejaksaan Agung, atau dari BPKP adalah bagaimana standar kualitas dan integritasnya. Sepanjang yang mereka kirimkan adalah yang terbaik, publik khususnya kalangan LSM jangan malah mengadu seakan itu buntut dari perebutan penanganan kasus.
‘’Sebab, di satu sisi mereka yang ditempatkan di KPK juga kan punya hak sama untuk berkarier di lembaga asalnya. Misalkan kalau mereka dari Polri tentu juga ada keinginan untuk sekolah lagi atau kalau jabatan ingin jadi kapolres dan seterusnya. Kalau dari jaksa, mereka juga tentu ada keinginan untuk berkarier sebagai kajari atau kajati.Jadi sikapi saja ini secara positif,” ungkapnya.
SINDO
0 Komentar