KOMPOSISI ANGGOTA KOMITE ETIK KPK DISOROTI

Ayo Langganan Gratis Berbagi Berita...

Pengacara Senior Todung Mulya Lubis mempertanyakan komposisi Komite Etik yang dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Komite etik untuk mengusut dugaan pelanggaran etik pimpinan Komisi terdiri dari unsur pimpinan, penasihat, dan masyarakat. "Seharusnya lebih dari separuh anggota Komite Etik terdiri dari pihak eksternal," kata Todung, Kamis, 28 Juli 2011.

Saat ini komposisi Komite Etik terdiri dari unsur pimpinan: Busyro Muqoddas, Bibit Samad Riyanto, Haryono Umar, Abdullah Hemahua, dan Said Zainal Abidin. Sementara, dari unsur masyarakat hanya Marjono Reksodiputro. Padahal, Komite ini akan mengusut 2 orang pimpinan Komisi, yaitu Chandra M. Hamzah dan M. Jasin.

M. Jasin disebut bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dekat dengan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. Adapun Chandra, menurut Nazaruddin, juga sudah membuat kesepakatan dengan Anas tentang pengusutan kasus Wisma Atlet SEA Games XXVI di Jakabaring, Palembang.

Tak hanya 2 pimpinan, Nazaruddin juga menyebut Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja ikut dalam kesepakatan tersebut. Nazaruddin menambahkan pertemuan dengan Ade pernah dihadiri oleh Juru Bicara KPK Johan Budi SP. Akibat tudingan tersebut, kini Chandra dan Jasin dijadwalkan menjalani pemeriksaan Komite Etik. Sementara Johan dan Ade harus menjalani pemeriksaan dari Pengawasan Internal.

Melihat banyaknya orang yang terlibat, Todung menilai keterlibatan unsur luar untuk memverifikasi tudingan itu menjadi lebih relevan. "Ini tidak bisa atau cukup dengan komposisi tim etik yang ada," kata mantan anggota Panitia Seleksi Pimpinan KPK periode 2010-2014 itu. "Apalagi ada 2 unsur pimpinan."

Menurut Todung, masyarakat berhak mengetahui apa yang terjadi di lembaga penegak hukum yang paling dipercaya ini. Pasalnya, bukan sekali ini saja nama Ade dan Chandra disebut oleh orang-orang yang beperkara. Pada 2009, Chandra, Bibit Samad Riyanto, dan Ade dituduh menerima suap dari pengusaha Anggodo Widjaja. "Itu persoalan serius, kalau menyangkut pimpinan," kata Todung.

Agar persoalan menjadi jernih, menurut Todung, KPK sebaiknya melibatkan lebih banyak pihak luar agar bebas dari konflik kepentingan.

TEMPO

Posting Komentar

0 Komentar