Lemahnya penegakan aturan di internal polri dituding sebagai biang penyimpangan aturan yang kerap dilakukan oknum polisi. Salah satu contohnya dugaan suap yang dilakukan Gayus Tambunan kepada Kepala Rumah Tahanan Markas Komando Brimob, Depok Jawa Barat Kompol Iwan Siswanto dan delapan anak buahnya.
Praktisi Hukum Pidana Ahmad Rifai menilai, kurangnya pengawasan dan sanksi bagi para anggota polri bagi yang melanggar aturan ini disebut sebagai pemicu aksi ‘’jahiliah’’ para penegak hukum ini terus terjadi. Terlebih penjatuhan hukuman internal itu masih merupakan wewenang pimpinan polri. Mulai dari peradilan hingga eksekutornya, semua dari internal polisi sebagaimana diatur undang-undang kepolisian.
Ahmad Rifai menyebut aturan itu yang membuat pemberian sanksi menjadi tidak transparn. Terlebih dalam kasus Gayus, Rifai menduga ada kesan pelimpahan kesalahan pada perwira kecil saja setingkat Iwan. Sementara perwira tinggi yang juga harus dipersalahkan tetap tak tersentuh. ‘’Mestinya kalau ada pelanggaran harus ada lembaga lain yang menangani,’’ ujar Rifai usai diskusi bertema mafia hukum di Cikini, Jakarta, Minggu (14/11).
Karena itulah ia mengusulkan agar DPR segera merevisi undang-undang kepolisian beserta perangkat undang-undang tentang kewenangan penanganan pelanggaran oleh anggota polri dan aturan yang tegas mengenai sanksi. Dikatakan, jika tetap merujuk pada UU yang masih berlaku, tak ada yang bisa mengawasi dari luar tentang tingkat objektivitas sanksi yang dijatuhkan.
‘’Yang membentuk komisi disiplin itu Kapolri. Kalau kapolrinya nggak ingin, ya nggak ada,’’ cetus pengacara Bibit-Chandra itu. Karena itu juga Rifai meminta agar presiden memberikan perhatian khusus kepada kasus ini agar tidak terulang di kemudian hari.
Praktisi Hukum Pidana Ahmad Rifai menilai, kurangnya pengawasan dan sanksi bagi para anggota polri bagi yang melanggar aturan ini disebut sebagai pemicu aksi ‘’jahiliah’’ para penegak hukum ini terus terjadi. Terlebih penjatuhan hukuman internal itu masih merupakan wewenang pimpinan polri. Mulai dari peradilan hingga eksekutornya, semua dari internal polisi sebagaimana diatur undang-undang kepolisian.
Ahmad Rifai menyebut aturan itu yang membuat pemberian sanksi menjadi tidak transparn. Terlebih dalam kasus Gayus, Rifai menduga ada kesan pelimpahan kesalahan pada perwira kecil saja setingkat Iwan. Sementara perwira tinggi yang juga harus dipersalahkan tetap tak tersentuh. ‘’Mestinya kalau ada pelanggaran harus ada lembaga lain yang menangani,’’ ujar Rifai usai diskusi bertema mafia hukum di Cikini, Jakarta, Minggu (14/11).
Karena itulah ia mengusulkan agar DPR segera merevisi undang-undang kepolisian beserta perangkat undang-undang tentang kewenangan penanganan pelanggaran oleh anggota polri dan aturan yang tegas mengenai sanksi. Dikatakan, jika tetap merujuk pada UU yang masih berlaku, tak ada yang bisa mengawasi dari luar tentang tingkat objektivitas sanksi yang dijatuhkan.
‘’Yang membentuk komisi disiplin itu Kapolri. Kalau kapolrinya nggak ingin, ya nggak ada,’’ cetus pengacara Bibit-Chandra itu. Karena itu juga Rifai meminta agar presiden memberikan perhatian khusus kepada kasus ini agar tidak terulang di kemudian hari.
0 Komentar