Ayo Langganan Gratis Berbagi Berita...
Gaya hidup tak sehat semasa muda ternyata berpengaruh besar pada menurunnya daya penglihatan di usia senja. "Ironisnya, banyak orang tidak menyadari hal ini, sehingga penurunan kemampuan penglihatan menjadi ancaman
terselubung," kata Dr Rini Mahendrastari Singgih, SpM, Paed.Opthal, dari Mahendra Indonesia Eye Clinic, di Jakarta beberapa waktu lalu.
Dr Rini pernah menemukan pasien berusia sekitar 40 tahun yang mengalami age-related macular degeneration (AMD). AMD boleh jadi kurang populer di Indonesia, tapi penyakit ini merupakan penyebab kebutaan utama bagi orang berusia 65 tahun ke atas di Amerika Serikat. Makula merupakan spot pigmen kuning berbentuk oval di dekat pusat retina yang bertanggung jawab mengatur tajam pandangan yang dibutuhkan untuk membaca dan menyetir.
Sebanyak 80-90 persen pasien mengalami AMD kering. Biasanya ini terjadi akibat proses penuaan, penumpukan pigmen dalam makula, atau penyakit mata yang bertambah buruk. AMD basah lebih cepat berbahaya.
AMD basah disebabkan oleh aliran darah yang berkembang di bawah retina pecah. Ini menyebabkan kerusakan pada sel retina yang sensitif cahaya, sehingga menyebabkan timbulnya spot hitam di pusat penglihatan. Bila dibiarkan, AMD akan mengakibatkan kebutaan permanen. "Tanda-tanda penyakit ini adalah munculnya spot hitam pada penglihatan," kata Dr. Rini. Karena tanda-tandanya tanpa rasa sakit, penyakit ini sering diabaikan.
Penyebab utamanya adalah proses penuaan. Namun gaya hidup seseorang di usia muda bisa mempengaruhi muncul-tidaknya penyakit ini di usia lanjut. "Perokok, mereka yang obesitas, jarang bergerak, dan punya riwayat hipertensi lebih berisiko terkena degenerasi makula," kata dia. Jadi, ketika seorang di usia sekitar 40 tahun terkena penyakit ini, kata dia, gaya hidup tak sehatlah yang jadi penyebabnya.
Rokok merupakan faktor utama gaya hidup tak sehat yang menyebabkan degenerasi makula. Sebuah penelitian dalam The British Journal of Ophthalmology pada awal 2006 menulis perokok dua kali berisiko terkena AMD. Penelitian lain yang dipublikasikan dalam Arsip Optalmologi menunjukkan bahwa pasien yang menderita obesitas dua kali berisiko terkena degenerasi makula ketimbang mereka yang berbobot normal.Penelitian yang sama menunjukkan bahwa mereka yang rutin berolahraga tiga kali seminggu berkurang risikonya terkena penyakit ini.
Penyakit ini juga bisa merupakan efek samping penggunaan obat-obatan. Beberapa kasus degenerasi makula merupakan efek samping dari Aralen (chloroquine, obat anti-malaria) atau penotiazin (obat anti-psikotik). Untuk memeriksa tingkat awal penyakit ini, dokter spesialis mata biasanya menggunakan Amsler grid, garis kotak dengan titik hitam di pusatnya. Seseorang yang mengalami degenerasi makula akan melihat beberapa garis tampak buram dengan spot hitam di pusatnya.
Menurut Rini, pada tahap awal, penyakit ini masih bisa diobati dengan mengkonsumsi omega-3 dan sayuran hijau. Pada tahap lanjut, dibutuhkan operasi laser untuk mengoreksi mata. Rini menegaskan, lebih baik mencegah ketimbang mengobati. Mengkonsumsi zinc, lutein, zeaxanthin, vitamin A, C, dan E, omega-3, omega-6, serta sayuran hijau bisa mengurangi risiko terkena penyakit ini di usia senja. "Namun yang paling penting adalah perubahan gaya hidup," katanya. "Semua orang tentunya ingin dapat menikmati usia lanjut dengan hidup yang berkualitas," katanya.
TEMPO
0 Komentar