Ayo Langganan Gratis Berbagi Berita...Jangan lupa Share dan Komen ya :)
Saracen disebut polisi telah menebar isu kebencian bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Kini misteri tersisa, siapa yang menggunakan jasa Saracen untuk menebar isu kebencian?
Pegiat media sosial telah berkumpul di Istana Negara untuk mengadakan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam kesempatan itu, sempat ada perbincangan soal Saracen. Kata salah seorang pegiat media sosial yang ikut dalam pertemuan itu, Jokowi menyatakan pengguna jasa Saracen harus terungkap.
"Yang Presiden katakan tadi mengerikan. Itu dibayar oleh siapa, harus kita cari tahulah. Akan diproses hukum. Itu saja," kata
Cyril Raoul Hakim alias Chico Hakim setelah bertemu Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Kamis (24/8/2017) kemarin.
Pihak kepolisian menyatakan tiga tersangka anggota sindikat Saracen, yaitu Jasriadi, Sri Rahayu, dan Muhammad Faizal Tonong, belum berkomentar soal siapa yang menyuruh mereka menyebarkan konten bernuansa SARA di media sosial. "Sampai saat ini juga sangat tertutup bersangkutan. Sulit diminta keterangan," kata Kabag Mitra Humas Divisi Humas Polri Kombes Awi Setiyono di Mabes Polri, Jakarta Selatan, kemarin.
Meski demikian, kata Awi, satu yang agak pasti, ada indikasi Saracen terlibat penyebaran konten kebencian bernuansa SARA pada pemilihan umum kepala daerah (pilkada). Pilkada mana dan kapan, polisi belum merincinya.
Industri kebencian adalah tempat bisnis Saracen. Pemerhati media sosial, Nukman Luthfie, punya pandangan bahwa Saracen memang mendapat duit banyak dari konten seperti ini. Maka masyarakat jangan ikut-ikutan menyebarkan konten kebencian.
"Mereka dapat duit gede dari pesanan orang yang menyebar kebencian," kata Nukman kepada detikcom, Jumat (25/8).
Agar konten kebencian tidak menyebar di media sosial, Nukman mendorong agar Indonesia bisa mempunyai regulasi untuk mendenda platform media sosial yang menyebarkan ujaran kebencian. Negara yang sudah punya regulasi semacam ini adalah Jerman, dengan 'Network Enforcement Act' atau 'hukum Facebook'.
"Model kayak gitu banyak, bukan cuma Saracen doang," kata Nukman.
Agen kekacauan seperti itu menjadi semakin berbahaya karena sesungguhnya mereka nir-ideologi. Mereka bisa dengan luwes melayani permintaan klien tanpa harus dibatasi pakem-pakem aliran politik dan mazhab tertentu. Bahkan dua klien yang bertentangan pun bisa dilayani asalkan membayar.
"Mereka tidak peduli dengan semua isu apa pun, pokoknya yang penting bisa menghasilkan uang. Makanya mereka bisa tanpa keberatan membuat isu SARA. Orang-orang inilah yang berbahaya, karena mereka tak punya ideologi. Ideologinya ya uang," tuturnya.
Polisi menyebut Saracen dibayar puluhan juta rupiah untuk menebar isu kebencian. Jasa bikin situs dihargai Rp 15 juta. Untuk para buzzer dipatok harga Rp 45 juta untuk 15 orang. Untuk sang ketua, harga dipatok Rp 10 juta. Ada pula biaya yang dikeluarkan untuk para wartawan. Belum jelas betul apakah duit itu semua ditujukan seratus persen untuk membikin konten kebencian atau tidak. Yang jelas, polisi menyebut motif mencari keuntungan mendasari aksi agitasi Saracen.
Tiga tersangka Saracen, yakni Jasriadi, Sri Rahayu, dan Muhammad Faizal Tonong, diperiksa polisi. Soal kepastian siapa yang membayar jasa Saracen, kita nantikan saja keterangan polisi.
DETIK
JUAL Frutablend, Nes V, Glucella, Mr Pro, WMP, CMP, Peninggi Badan Calsea Bone, Penambah Berat Badan Mr Pro, Serum Wajah Phytocell, Dtozym, Gicafe, Soyess, dll Aman Alami BPOM TERLARIS - info & order LINE/WA 085721536262
0 Komentar