ASAL USUL SEKTE SEKS BEBAS

Ayo Langganan Gratis Berbagi Berita...Jangan lupa Share dan Komen ya :)


Seks bebas ternyata merambah para ABG anggota geng motor di Indonesia. Sebelumnya ramai berita mengejutkan tentang pengakuan anggota geng motor yang dipimpin Klewang di Pekanbaru, yang selain mempraktikkan aksi kekerasan dan perampasan, ternyata anggota geng motor ini juga mempraktikkan seks bebas.

Belum reda berita soal seks bebas di kalangan anggota geng motor Klewang, kini giliran berita seks bebas yang menghebohkan Jakarta dan Bandung. Bedanya, di Jakarta anak-anak motor ini menggelar balapan liar dengan hadiah cewek anak baru gede (ABG).

Sementara di Bandung justru beredar selebaran surat perintah menggelar seks bebas kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS). Konon, di kota kembang itu disebut-sebut ada sekte sesat yang mempraktikkan seks bebas.

Lalu bagaimana sih asal usul sekte seks bebas ini? Selama ini memang belum ada catatan sejarah pasti sejak kapan praktik seks bebas muncul. Namun dalam beberapa literatur, cerita seks bebas besar-besaran yang disebut pernah muncul adalah peristiwa orgy (seks party) yang dilakukan pasukan Romawi.

Peristiwa itu terjadi di Roma pada 200 tahun sebelum masehi. Ketika itu sebanyak 700 tentara Romawi 'ngeseks' massal di daerah taklukkan dengan wanita setempat sebagai tanda kemenangan.

Cerita sekte seks bebas baru muncul belakangan di era modern, tepatnya ketika muncul sekte-sekte pemuja setan. Penyembahan setan ini untuk pertama kalinya dipopulerkan secara sistematis dan terorganisasi oleh Aleister Crowley (1875-1947). Dia lahir dengan nama lengkap Edward Alexander Crowley di Royal Leamington Spa, Warwickshire, England pada 12 Oktober 1875.

Crowley sempat menjadi anggota Order of the Golden Dawn, sebuah organisasi yang mempelajari dan mengembangkan ajaran mistik (okultisme) dan ikut mengembangkan organisasi freemason sebagai organisasi 'lelaki jantan', yakni lelaki kuat, cerdas, dan mempunyai daya pikat.

Pada 1912 Crowley bergabung dengan kelompok okultisme pimpinan Karl Kellner yaitu Ordo Templi Orientis (OTO). Kelompok ini menekankan pada kekuatan magic seksual dengan para perempuan penyihir untuk menghasilkan keturunan penyihir murni.

Sekte penyembah setan lainya yang juga mempraktikkan seks bebas adalah Gothic Satanism. Ini merupakan ajaran setan yang menekankan pada bentuk-bentuk ritual. Selain membunuh bayi untuk persembahan, pada malam hari, anggota sekte ini melakukan pesta seks. Sekte ini hidup selama berabad-abad.

Kemudian pada 1968, kembali muncul sebuah sekte bernama Children of God (COG) yang belakangan dikenal sebagai Family of Loves (Keluarga Kasih) sebagai sebuah gerakan agama baru yang dimulai dari Huntington Beach, California, Amerika Serikat. Pendiri sekte ini adalah David Berg yang bagi anggota sekte disebut sebagai nabi.

Pada 1974, gerakan ini mulai bereksperimen dengan metode penginjilan yang disebut Menjala dengan Lirikan (Flirty Fishing). Metode penginjilan ini dilakukan dengan cara menggunakan seks untuk memperlihatkan kasih Allah dan memenangkan anggota baru dan mendapatkan dukungan.

Berikutnya sekte sesat di Meksiko dengan salah satu ajaran seks bebas secara massal (orgy). Sekte ini terbongkar pada Februari 2013 lalu. Istri pemimpin sekte bernama Defenders of Christ itu mengungkap, mereka memaksa perempuan berpartisipasi dalam orgy. Kemudian, meminta mereka mengurangi mandi dan memakan organ hewan mentah-mentah.

Bagaimana di Indonesia? Ternyata pada 2009 lalu juga pernah terungkap sekte sesat yang mempraktikkan seks bebas. Nama sekte sesat ini Satria Piningit Weteng Buwono. Dipimpin seorang guru yang menyebut dirinya Satria Piningit Weteng Buwono. Ajaran dan ritual sekte ini di antaranya memerintahkan para anggota melakukan seks bebas dengan ditonton anggota lain.

Untuk 'mengamankan' kegiatannya, sang guru itu mewanti-wanti para anggota untuk tidak membocorkan kiprah mereka kepada orang lain. Kalau ada yang membocorkan, sang guru mengancam akan ada pertumpahan darah dalam keluarganya. Oleh sebab itu aliran sesat yang sudah ada sejak awal 2000-an ini bertahan hingga 2009.

Menurut Guru Besar Psikologi Sosial Universitas Indonesia (UI) Enoch Markum, seks bebas merupakan gejala sosial masyarakat perkotaan, di mana hubungan individu cenderung inpersonal. Mereka seperti hidup sendiri. Sehingga, meski seks bebas dilarang, dalam praktiknya tetap ada.

MERDEKA

Posting Komentar

0 Komentar